Kamis, 21 Mei 2015

Menjamu Benua

reborneo.com - Sebelum Festival Erau berlangsung, ada salah satu ritual yang disebut menjamu benua, dimana menjamu benua adalah mengabarkan Erau ke Dunia Gaib dan pembuka komunikasi dengan "mahluk halus" bahwa Sultan Kutai telah memutuskan untuk menyelenggarakan Erau dan telah menentukan waktu pelaksanaannya. Ritual ini dilakukan untuk memohon keselamatan serta kelancaran selama Erau berlangsung. Dengan mengadakan Menjamu Benua, diharapkan para ‘mahluk halus’ tidak mengganggu selama penyelenggaraan acara, karena masyarakat Kutai yang masih memegang kepercayaan yang kuat mengenai hubungan antara kehidupan alam manusia dan alam gaib.


Ritual ini di diselenggarakan oleh sebuah rombongan yang terdiri dari 7 orang dewa (dukun wanita), 7 orang belian (dukun pria), 7 pangkon bini, dan 7 pangkon laki. Para penabuh gendang dan gamelan juga akan mengiringi sepanjang prosesi ritual dilakukan dimana rombongan ini membawa sesajian aneka macam jajak/jajanan pasar, nasi tambak, nasi ragi, ayam panggang, mandau, air minum, dan peduduk yang akan diletakkan di tiga titik, yaitu Kepala Benua (Kelurahan Mangkurawang), Tengah Benua (depan keraton), dan Buntut Benua (Kelurahan Timbau). Selain itu, para dewa dan belian juga membawa pakaian Sultan sebagai pengganti kehadiran Sultan secara fisik sepanjang ritual ini diadakan.


Ketiga titik yang dijadikan tempat peletakan sesajian melambangkan batas dan pusat dari Kota Tenggarong yang pada masa lalu menjadi ibukota dari Kesultanan Kutai. Kepala Benua merupakan titik paling utara (hulu) dari Tenggarong, Tengah benua merupakan simbol pusat dari wilayah Tenggarong, sementara Buntut Benua melambangkan sisi paling selatan (hilir) dari wilayah Tenggarong.


Ritual dimulai di kediaman Sultan untuk memohon restu dari Sultan untuk berangkat melaksanakan Menjamu Benua. Dari kediaman Sultan, rombongan menuju ke tiga titik yang telah ditentukan. Ketika sampai di setiap titik, sesajian tersebut akan diletakkan di tempat yang telah ditentukan. Jajak yang diletakkan di tembelong ditempatkan di atas juhan bersama nasi tambak, ayam panggang, mandau, air minum, dan rokok. Sementara, peduduk dan ayam hitam diletakkan di bagian bawah dari juhan. Selain itu, diletakkan pula nasi tambak di atas telasak tunggal dan nasi ragi di atas telasak gantung. Setelah semua sesajian siap, dewa menghadap ke Sungai Mahakam untuk melakukan memang (pembacaan mantra) dan melakukan besawai (membaca doa sambil menebarkan beras, bunga, dan lainnya). Selanjutnya rombongan menuju ke Tengah Benua dan terakhir ke Buntut Benua untuk melakukan ritual yang serupa.


Untuk ritual di Buntut Benua ada sedikit perbedaan pada ritual yang dilakukan. Di tempat ini, disediakan dua buah telasak gantung yang dipasang berlawanan arah dan hiasan janur yang diikat simpul sebagai pertanda ritual Menjamu Benua telah selesai. Setelah ritual ini selesai dilakukan di tiga titik, rombongan kembali ke kediaman Sultan untuk melaporkan bahwa ritual telah selesai dilaksanakan.(rhi)

0 komentar:

Posting Komentar