Rabu, 20 Mei 2015

Bepelas

Pada setiap malam selama tujuh hari dalam penyelenggaraan Erau, akan terdengar suara menggelegar dari depan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara (Museum Mulawarman). Suara tersebut adalah suara dentuman dari meriam yang terdapat di pelataran depan museum. Dentuman meriam menjadi pertanda bahwa ritual bepelas tengah dilakukan. Ruang Stinggil (Siti Hinggil) dipenuhi kerabat Kesultanan dan tamu undangan yang mengelilingi Tiang Ayu. Dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) melakukan tari-tarian sakral dan menghaturkan mantra kepada para arwah di alam gaib.

(Meriam VOC yang dulu digunakan saat acara)

Bepelas menjadi salah satu rangkaian ritual sakral di Erau. Dalam ritual ini, Sultan atau Putra Mahkota Kutai melakukan ritual berjalan menuju Tiang Ayu dengan tangan kiri berpegangan pada kain cinde dan tangan kanan memegang tali juwita. Sesampainya di hadapan Tiang Ayu, Sultan atau Putra Mahkota akan menginjak pusaka Gong Raden Galuh yang segera disambut dengan dentuman meriam. Biasanya, bepelas dilakukan oleh Sultan pada malam pertama hingga ketiga, sedangkan malam-malam selanjutnya dilakukan oleh Putra Mahkota.

(Jumlah injakan pada Gong Raden Galuh berbeda pada setiap malamnya, sesuai urutan harinya)

Banyaknya Gong Raden Galuh diinjak berbeda-beda setiap harinya, sesuai urutan hari pelaksanaanya. Jumlah dentuman meriam yang terdengar pun berbeda-beda mengikuti berapa kali Sultan menginjak gong pada malam tersebut. Di hari pertama, akan terdengar satu dentuman. Pada hari kedua terdengar dua dentuman, begitu seterusnya hingga hari ketujuh.

Ritual bepelas berlangsung setelah prosesi merangin selesai dilaksanakan di Serapo Belian, kecuali ketika jatuh pada malam Jumat. Sebelum Sultan atau Putra Mahkota melakukan bepelas, dewa dan belian terlebih dahulu menjalankan sejumlah ritual. Ritual yang dilakukan dimulai dengan berputar mengelilingi Tiang Ayu sebanyak tujuh putaran. Setelah tujuh putaran, para belian duduk berjajar di sisi kiri Tiang Ayu sedangkan para dewa duduk di sisi kanan dari Tiang Ayu.

Selanjutnya, dilakukan sejumlah tarian sakral oleh para dewa. Tari yang pertama dilakukan adalah tari selendang dengan mengelilingi Tiang Ayu sebanyak satu kali. Lalu dilanjutkan tari kipas dan tari jung njuluk. Selanjutnya, pawang dewa mengucapkan mantra (memang) untuk menghadirkan Dewa Karang dan Pangeran Sri Ganjur yang dipercaya menjadi penjaga Tiang Ayu dari gangguan alam gaib sepanjang pelaksanaan bepelas.

Kemudian, seorang dewa akan melakukan tari dewa memanah. Tari ini dilakukan menggunakan sebuah busur dan batang kayu berapi sebagai anak panahnya. Sang penari akan berkeliling satu putaran lalu melepaskan anak panah berapi tersebut ke empat penjuru saat berputar untuk kedua kalinya. Jika api yang ada di anak panah mati, sang penari harus menyalakannya kembali dengan api dari nyala lilin yang mengelilingi Tiang Ayu.

(Tari Ganjur)

Selepas tari tersebut, dilakukan tari ganjur oleh empat orang pria, dengan mengenakan ikat kepala khusus dan gada kain (ganjur). Tari ini dilakukan sebanyak satu putaran lalu dilakukan kembali satu putaran oleh empat orang yang berbeda (beganjur), biasanya mengajak dua tamu kehormatan yang didampingi dua orang kerabat Kesultanan. Setelah putaran kedua, dilakukan tari ganjur oleh seorang pria, diikuti oleh beberapa orang dewa. Selepas rangkaian prosesi tersebut dilakukan, barulah bepelas dilakukan oleh Sultan atau Putra Mahkota.

0 komentar:

Posting Komentar