Rabu, 13 Mei 2015

Museum Mulawarman

Museum Mulawarman merupakan tempat sangat bersejarah yang bertempat di pusat kota Tenggarong di Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara, disini kita bisa mempelajari sekilas tentang sejarah dari kesultanan yang dahulu berjaya kurang lebih 7 abad dan menguasai sebagaian wilayah Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur


Bangunan Museum ini pernah berfungsi sebagai Istana Kesultanan yang didirikan pada tahun 1932 oleh pemerintah Belanda dan pada tahun 1935 diserahkan pada Masa Pemerintahan Adji Muhammad Parikesit dengan luas lahan 2.270 meter persegi. Untuk Konstruksi Bangunan dikerjakan oleh Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) dengan desain rancangan yang dikerjakan oleh arsitek bernama Charles Marie François Henri Estourgie. Istana ini terpengaruh gaya arsitektur bangunan Eropa dan juga tradisional Suku Dayak yang ada di Kutai, dengan dilengkapi ruangan bawah tanah dan aula besar di bagian tengah bangunannya dan pintu utama menghadap tepat ke arah timur serta didominasi warna putih pada bangunan utamanya.

Ciri khas dari Museum Mulawarman pada halaman depan museum terdapat duplikat Lembu Suana yang merupakan lambang Kerajaan Kutai Kartenegara dan kolam berbentuk naga yang merupakan lambang perjalanan hidup dan penjaga alam semesta yang telah menjadi bagian dari mitos masyarakat Kutai.
Dihalaman Museum juga terdapat sebuah Totem yang terbuat dari bahan kayu ulin berukuran tinggi 13 meter dengan diameter 60 centimeter. Totem ini menggambarkan perjalanan hidup masyarakat Dayak dari lahir, beranjak dewasa sampai dengan meninggal. Di Bagian bawah juga terdapat ornament yang berbentuk guci yang menrupakan simbol dunia bawah (alam baka), sedangkan ular sawah melingkar dari bawah kepuncak Totem merupakan lambang perjalanan hidup dan lambang kejantanan (kaum pria) dan terakhir di puncak Totem, terdapat ornament burung enggang yang merupakan lambing dunia atas.

Saat kita akan masuk Museum di Gerbang museum terdapat patung dalam bentuk ular lembuh (istilah kutai), pesut dan buaya, patung ini untuk memperindahkan lingkungan museum dan memperoleh kesan menarik ciri khas kerajan Kutai Kartenegara. Untuk masuk ruang pameran dapat melewati pintu utama pada bagian depan dengan anak tangga pada bagian kiri dan kanan tangga terdapat arca patung harimau/macan sebagai symbol penjaga keamanan.

Di dalam Museum tersimpan benda-benda yang mempunyai nilai sejarah / seni yang tinggi yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti :

• Singgasana, sebagai tempat duduk Raja dan Permaisuri. Kursi ini terbuat dari kayu, dudukan dan sandarannya diberi berlapis kapuk yang berbungkus dengan kain yang berwarna kuning, sehingga tempat duduk dan sandaran kursi tersebut terasa lembut. Kursi ini dibuat dengan gaya Eropa, penciptanya adalah seorang Belanda bernama Ir. Vander Lube pada tahun 1935


• Patung Lembu Swana Lambang Kesultanan Kutai, dibuat di Birma pada tahun 1850 dan tiba di Istana Kutai pada tahun 1900. Lembu Swana diyakini sebagai Kendaraan Tunggangan Batara Guru. Nama lainnya adalah Paksi Liman Janggo Yoksi, yakni Lembu yang bermuka gajah, bersayap burung, bertanduk seperti sapi, bertaji dan berkukuh seperti ayam jantan, berkepala raksasa dilengkapi pula dengan berbagai jenis ragam hias yang menjadikan patung ini terlihat indah

• Latar belakangnya Singgasana terdapat dua mozaik gambar Sultan Kutai Kartanegara ke-17 A.M. Soelaiman dan Sultan Kutai Kartanegara ke-18 A.M. Alimoeddin

• Payung kebesaran Kesultanan.

• Tiga buah patung perunggu dari Eropa.

• Meriam Sapu Jagad Peninggalan VOC, Belanda

• Kalung Uncal, benda ini merupkan atribut dan benda kelangkapan kebesaran Kesultanan Kutai Kartanegara yang digunakan pada waktu penobatan Sultan Kutai menjadi Raja atau pada waktu Sultan merayakan ulang tahun kelahiran dan penobatan Sultan serta acara sakral lainnya

• Prasasti Yupa, yang trdapat di Museum ini adalah tiruan dari Yupa yang asli yang terdapat di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti Yupa adalah prasasti yang ditemukan di bukit Brubus Kecamatan Muara Kaman. ke-7 prasasti ini menadakan dimulainya zaman sejarah di indonesia yang merupakan bukti tertulis pertama yang ditemukan dan berhuruf Pallawa bahasa Sansekerta

• Seperangkat Gamelan dari Keraton Yogyakarta 1855

• Arca Hindu

• Seperangkat Meja Tamu peninggalan Kerajaan Bulungan

• Ulap Doyo, hasil kerajinan Suku Dayak Benuaq

• Minirama tentang sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara

• Koleksi Numismatika (mata uang dan alat tukar lainnya)

• Koleksi Keramik dari Cina, Jepang, Vietnam dan Thailan

• Pakaian kebesaran para Sultan Kutai


• Kalung

• Tenunan dari suku Dayak Benuaq namanya adalah Ulap Doyo dan alat tenun tradisional

• Senjata api dan Senjata tradisional, Seperti Tombak dan Keris


• Ukiran-ukiran khas dari suku Dayak Kenyah, Benuaq, busang, modang, Punan dan etnis Dayak lainnya

• Keramik Cina, Eropa, Jepang,Vietnam,Thailand

Selain itu disebelah kanan gedung Museum Mulawarman terdapat areakomplek makam raja-raja Kutai Kartenegara dan kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara. Area makan yang di lengkapi dengan penataan taman yang sangat bagus. Dibelakang area belakang juga terdapat miniature Goa Kombeng, dimana Goa Kombeng adalah lokasi ditemukannya Arca dan Prasasti Yupa, bendanya dapat kita lihat dalam ruang pameran tetap museum (R. 7 lantai II). selain itu juga di samping museum terdapat bangunan Bleh Peteh yaitu wadah untuk kalangan bangsawan suku Dayak Kenyah, patung-patung Blontang yang berfungsi sebagai peralatan upacara adat kematian suku Dayak dan beberapa bentuk lungun yang semuanya ditata secara evokatifkantin dan toko souvenir khas Kutai Kartanegara.

Dihalaman belakang Museum juga berdiri Masjid Jami Hasanuddin Tenggarong sebagai saksi masuknya Islam di Kutai yang dibuat pada tahun 1930 pada saat Kerajaan Kutai diperintah oleh Sultan Adji Mohammad Parikesit ( 1920-1959 ).Pembangunan Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin tahap pertama dilaksanakan pada saat Kerajaan di perintah oleh Sultan Adji Mohammad Sulaiman dan tahap kedua dilaksanakan oleh cucunya yaitu Sultan Adji Muhammad Parikesit dan diprakarsai oleh seorang Menteri Kerajaan yang bernama H.A.Amir Hasanoeddin dengan gelar Haji Adji Pangeran Sosronegoro. Nama menteri inilah yang kemudian di abadikan menjadi nama Masjid ini.

Sejarah Museum Mulawarman tidak dapat dipisahkan dari sejarah budaya Kalimantan Timur secara keseluruhan. Setelah masa kemerdekaan, Kesultanan Kutai bergabung dengan NKRI dan istana ini pun tidak lagi digunakan karena era kekuasaan sultan secara resmi berakhir. Istana ini kemudian diserahkan kepemilikannya kepada pemerintah daerah Kalimantan Timur pada 25 November 1971, yang kemudian diserahkan pengelolaannya kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai sebuah museum negara. Berdirinya museum Mulawarman saat diberlakukannya Undang-undang Nomor 17 tahun 1959 membentuk daerah Tingkat II Kutai. Pada tahun 1966 Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur mengeluarkan ketentuan 01/Pem/KKTI/1966 tanggal 6 oktober, yang menyatakan bahwa semua benda milik pribadi atau warisan dikembalikan pada pribadi sedang benda milik Kerajaan menjadi milik Negara.

Sebagai realisasi keinginan masyarakat serta pemerintah untuk memelihara peninggalan sejarah Kerajaan Kutai Kartenegara, maka pada tanggal 25 November
1971, pemerintah Kabupaten Dearah Tingkat II Kutai mendirikan museum yang di beri nama Museum Kutai, merupakan bagain dari PUSKORA (Pusat Kebudayaan dan olah raga yang di resmikan oleh PANGDAM IX) mulawarman Brigjen Sukertiyo.

Sebagai hasil perundingan antara Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kutai serta Departemen Pendidikan dan kebudayaan (DEPDIKBUD), maka pada 18 Februari 1976, Museum Kutai diserahkan pengelohannya oleh Gubernur Kalimatan Timur pada waktu itu, Brigjen Abdul Wahab Syharani kepada DEPDIKBUD, yang diterima oleh Dirjen Kebudayaan Prof. Dr.Ida Bagus Mantra atas nama MENDIKBUD R.I.

Sejak saat itu museum Negeri Propinsi Kalimantan Timur “Mulawarman” berstatus sebagai Museum Negeri Propinsi dan pengesahannya berdasarkan SK.MENDIKBUD tanggal 28 mei 1979, Nomor :093/0/1979 yang merupakan unit pelaksana teknis direktorat jenderal kebudayaan. Pemakaian nama Mulawarman untuk mengabdikan seorang raja Kutai Martadipura yang terkenal arif dan bijaksana. (rhi)

0 komentar:

Posting Komentar